Jumat, 27 Juli 2018

RPP IPA SMP

KI DAN KD



IPA KLS VIII



KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR
ILMU PENGETAHUAN ALAM
                                                                                    
KELAS: VIII

KOMPETENSI INTI

 KOMPETENSI DASAR

1.   
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

1.1    Mengagumi
keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik dan kimiawi, kehidupan
dalam ekosistem, dan peranan manusia dalam lingkungan serta mewujudkannya
dalam pengamalan ajaran agama yang dianutnya

2.    Menghargai
dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi,
gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya

2.1    Menunjukkan perilaku
ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun;
hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis;  kreatif; inovatif dan peduli lingkungan)
dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan
pengamatan,percobaan, dan berdiskusi
2.2   Menghargai kerja
individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi
melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan.
2.3    Menunjukkan perilaku
bijaksana dan bertanggung jawab dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud
implementasi sikap dalam memilih makanan dan minuman yang menyehatkan dan
tidak merusak tubuh.
2.4    Menunjukkan
penghargaan kepada orang lain dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud
implementasi penghargaan pada orang yang menjual makanan sehat tanpa campuran
zat aditif yang berbahaya

3.   
Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan
prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

3.1   
Memahami gerak lurus, dan pengaruh gaya terhadap gerak berdasarkan
Hukum Newton, serta penerapannya pada gerak makhluk hidup dan gerak benda
dalam kehidupan sehari-hari.
3.2   
Menjelaskan keterkaitan struktur jaringan tumbuhan dan fungsinya,
serta berbagai pemanfaatannya dalam teknologi yang terilhami oleh struktur
tersebut
3.3   
Mendeskripsikan keterkaitan sifat bahan dan pemanfaatannya dalam
kehidupan sehari-hari, serta pengaruh pemanfaatan bahan tertentu terhadap
kesehatan manusia
3.4   
Mendeskripsikan struktur rangka dan otot manusia, serta  fungsinya pada berbagai kondisi
3.5   
Mendeskripsikan kegunaan pesawat sederhana dalam kehidupan sehari-hari
dan hubungannya dengan kerja otot pada struktur rangka manusia.
3.6   
Mendeskripsikan sistem pencernaan serta keterkaitannya dengan sistem
pernapasan, sistem peredaran darah, dan penggunaan energi makanan 
3.7    Mendeskripsikan zat
aditif (alami dan buatan) dalam makanan dan minuman (segar dan dalam
kemasan), dan zat adiktif-psikotropika serta pengaruhnya terhadap kesehatan
3.8   
Memahami tekanan pada zat cair dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari untuk menjelaskan tekanan darah, difusi pada peristiwa respirasi,
dan tekanan osmosis
3.9   
Menjelaskan struktur dan fungsi sistem eksresi pada manusia dan
penerapannya dalam menjaga kesehatan diri.
3.10 
Memahami konsep getaran, gelombang, bunyi, dan pendengaran, serta
penerapannya dalam sistem sonar pada hewan dan dalam kehidupan sehari-hari
3.11 
Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya, pembentukan bayangan, serta
aplikasinya untuk menjelaskan penglihatan manusia, dan prinsip kerja alat
optik
3.12 
Mendeskripsikan struktur bumi untuk menjelaskan fenomena gempa bumi
dan gunung api, serta tindakan yang diperlukan untuk mengurangi resiko
bencana.
3.13 
Mendeskripsikan karakteristik matahari, bumi, bulan, planet, benda
angkasa lainnya dalam ukuran, struktur, gaya gravitasi, orbit, dan
gerakannya, serta pengaruh radiasi matahari terhadap kehidupan di bumi
3.14 
Mendeskripsikan gerakan bumi dan bulan terhadap matahari serta
menjelaskan perubahan siang dan malam, peristiwa gerhana matahari dan gerhana
bulan, perubahan musim serta dampaknya bagi kehidupan di bumi

4.   
Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis,
membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari
di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

4.1  Melakukan penyelidikan
tentang gerak, gerak pada makhluk hidup, dan percobaan tentang pengaruh gaya
terhadap gerak.
4.2    Melakukan
pengamatan terhadap struktur jaringan tumbuhan, serta menghasilkan ide
teknologi sederhana yang terilhami oleh struktur tersebut (misalnya desain
bangunan)
4.3    Melakukan
penyelidikan tentang sifat-sifat  bahan
dan mengusulkan ide-ide pemanfaatan bahan berdasarkan sifatnya dalam kehidupan
sehari-hari.
4.4 Menyajikan tulisan tentang upaya
menjaga kesehatan rangka manusia dikaitkan dengan zat gizi makanan dan
perilaku sehari-hari
4.5 Melakukan penyelidikan tentang keuntungan mekanik pada
pesawat sederhana
4.6 Melakukan penyelidikan tentang
pencernaan mekanis dan enzimatis pada makanan
4.7    Menyajikan data,
informasi, dan mengusulkan ide pemecahan masalah untuk menghindari terjadinya
penyalahgunaan zat aditif dalam makanan dan minuman serta zat
adiktif-psikotropika
4.8 
  Melakukan percobaan untuk
menyelidiki tekanan cairan pada kedalaman tertentu, gaya apung, kapilaritas
(menyelidiki transport cairan dalam batang tumbuhan) dan tekanan cairan pada
ruang tertutup
4.9 
Membuat peta pikiran (mapping
mind)
tentang struktur dan fungsi sistem eksresi pada manusia dan
penerapanya dalam menjaga kesehatan diri.
4.10 Melakukan pengamatan atau
percobaan tentang getaran, gelombang, dan bunyi
4.11  Membuat
laporan hasil penyelidikan tentang pembentukan bayangan pada cermin, lensa,
dan alat optik
4.13  Menyajikan laporan
hasil pengamatan atau penelusuran informasi tentang karakteristik komponen
tata surya

Mengetahui,                                                                            Banda
Aceh,     Juli 2017
Kepala Sekolah                                                                       Guru Mata Pelajaran
IP
A





Sulaiman Bakri, S.Pd.,M.Pd.                                               Nasrun.
G, SE.
NIP. 19690210 199801 1 001                                                 NIP. 19591215
198515 1 001




Rabu, 21 Agustus 2013

Menumpuk Utang

Menumpuk Utang
UTANG luar negeri Indonesia terus mengalami peningkatan tajam khususnya utang pemerintah. Apabila pada tahun 2006 total pinjaman luar negeri mencapai 132,63 miliar dolar pada tahun 2012 kuartal pertama telah mencapai 221,60 miliar dolar. Dalam rupiah pinjaman Indonesia dalam 3 tahun terakhir tercatat Rp 1.667 triliun (2010), Rp 1.803 triliun (2011) dan Rp 1.937 triliun (2012). Perkembangan utang sedemikian cepat jelas bukan pengelolaan keuangan negara yang baik. Ironisnya, dalam situasi seperti sekarang ini pemerintah masih ingin menambah utang luar negeri sebesar Rp 45 triliun lagi. Pinjaman ini diperuntukkan menghadapi krisis Eropa yang dimungkinkan semakin berbahaya. Benarkah apa yang dijalankan pemerintah tersebut?
Utang luar negeri baik oleh swasta maupun pemerintah memiliki risiko terhadap masyarakat. Pembayaran utang melalui APBN pada dasarnya dibayar oleh masyarakat melalui pajak. Sampai sekarang masyarakat terus menanggung bunga utang obligasi rekapitalisasi perbankan tidak kurang Rp 50 triliun/tahun kepada perbankan.
Seandainya uang tersebut digunakan untuk infrastruktur atau kegiatan produktif yang lain pasti perekonomian Indonesia jauh lebih sehat dari saat ini. Karena utang luar negeri yang tidak terkendali sama artinya mengambil hak-hak generasi mendatang. Anak cucu kita yang tidak tahu menahu harus menanggung beban utang yang dilakukan saat ini.
Sebagian besar krisis keuangan di dunia disebabkan beban utang khususnya utang luar negeri. Dengan alasan apa pun pinjaman khususnya utang luar negeri harus dikendalikan secara ketat, agar tidak menjadi penyakit kronis di kemudian hari. Pinjaman terus meningkat tetapi pelayanan masyarakat tidak mengalami perbaikan, inftastruktur tidak semakin baik, pendidikan dan kesehatan justru semakin mahal, hal ini menunjukkan bahwa utang luar negeri kita tidak produktif.
Pinjaman luar negeri Indonesia memang dinilai masih aman oleh bank dunia, karena menunjukkan penurunan rasio terhadap pendapatan nasional. Rasio pinjaman luar negeri terhadap pendapatan nasional saat ini diperkirakan sekitar 28,2%. Artinya jumlah utang lebih dari seperempat nilai barang dan jasa yang dihasilkan di Indonesia selama setahun. Ini lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dan masih lebih baik jika dibandingkan dengan Amerika Serikat (69,4%), Inggris (79,5%) dan Italia (120,1 %).
Apakah berarti aman jika kita terus berutang karena angka-angka rasio menunjukkan penurunan dan jauh lebih rencah dibandingkan beberapa negara maju. Tentu saja tidak! Negara maju saja menghadapi situasi ekonomi tidak menentu akibat utang, apalagi Indonesia. Bahkan harus disadari bahwa perekonomian Indonesia tidak memiliki landasan yang kokoh seperti di negara-negara maju tadi.
Bangsa ini harus memahami jika ekonomi Indonesia tidak memiliki fondasi yang kuat. Bukankah selama ini misalnya kita masih bergantung pada ekspor tambang dan mineral seperti gas dan batu bara, komoditas perkebunan seperti karet, coklat dan kopi, serta ditopang oleh sektor keuangan yang didominasi asing? Di sisi lain, kita tak memiliki sektor industri yang kuat. Artinya perekonomian Indonesia sangat mudah terkoreksi oleh penurunan harga komoditas, menurunnya permintaan luar negeri atau adanya pelarian modal ke luar negeri bahkan penurunan nilai tukar rupiah.
Jika ekonomi kita memang kuat kenapa kita harus mencari pinjaman baru untuk berjaga-jaga menghadapi krisis Eropa? Sebenarnya secara riil kondisi kita tak sebagus yang digambarkan oleh beberapa indikator makro. Jika tidak hati-hati banjir produk China akan kita hadapi, sebagai pengalihan pasar Eropa yang terus menciut. Pemerintah tidak boleh aji mumpung karena peringkat utang dinaikkan menjadi investment grade oleh beberapa lembaga pemeringkat, kemudian kita rajin berutang. Utang tetap utang yang harus dibayar di kemudian hari.
Pinjaman saat ini sama artinya mengambil hak generasi yang akan datang seperti halnya korupsi mengambil hak orang lain maka harus mulai dikurangi sedini mungkin. Menurut pengalaman proyek-proyek yang dibiayai utang molor dalam pelaksanaan.
Hal ini membawa konsekuensi bahwa kita harus membayar ongkos komitmen terhadap pinjaman yang tidak digunakan. Semakin lama molor sebuah proyek semakin banyak biaya komitmen yang harus ditanggung. Belum lagi berapa banyak utang luar negeri yang dikorupsi.
Seringkali kita salah kaprah dalam pengelolaan ekonomi. Pada saat booming (masa kemakmuran) pemerintah cenderung aji mumpung dan utang bertambah, impor bertambah bahkan pemborosan juga meningkat pada saat itu. Sebaliknya, pada saat ekonomi resesi (penurunan) dilakukan penghematan besar-besaran seperti yang terjadi di Yunani saat ini. Seharusnya jalan pikir seperti itu harus di balik, pada saat ekonomi makmur justru kesempatan mengurangi utang sementara pada saat sulit tidak seharusnya rakyat semakin dicekik. Berhati-hatilah dengan utang sebelum terjerumus ke dalam situasi ‘gali lubang tutup lubang’.
Sumber : Suharto, M.Si -Ketua Program Studi llmu Ekonomi FE Ull

Minggu, 21 Oktober 2012

Perbedaan Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran


oleh: Akhmad Sudrajat
 

Islam, Pendidikan dan Peradaban OPINI


Koodinator Divisi Agitasi dan Propaganda Kesatuan Aksi Mahasiswa Universitas Widyatama. Mahasiswa Universitas Widyatama Bandung Fakultas Bahasa Jepang angkatan 2007.
Islam, Pendidikan dan Peradaban
OPINI | 27 October 2010 | 18:33 83 2 1 dari 1 Kompasianer menilai Inspiratif


Selaiknya Indonesia dapat menjadi tonggak kebangkitan peradaban Islam. Potensi penduduk Muslim terbesar didunia serta dukungan kekayaan sumberdaya alam yang mumpuni membuat hal tersebut amat rasional untuk diwujudkan. Selain itu makin besar pula kerinduan umat untuk kembali merengkuh kecemerlangan Islam disegala bidang seperti masa kejayaan kaum Muslimin terdahulu. Namun persoalannya kemudian menjadi anti klimaks, karena alih alih berperan sebagai leader dan sumber inspirasi, negeri berjuluk zambrud katulistiwa ini justru menorehkan noda hitam pada perjalanan sejarahnya.
Kebangkitan Tinggal Harapan?
Degradasi moral masih menjadi bahaya laten bangsa kita. Meminjam istilah populer teranyar, pengaruhya dapat ‘berdampak sistemik’ terhadap eksistensi Indonesia secara lokal dan citra baiknya di mata dunia secara global. Demoralisasi yang sudah sampai pada titik paling mengkhawatirkan ini, nampak di tiap lini kehidupan.
Sebagai contoh, di tataran elit oknum birokrat sibuk memperkaya diri. Hal tersebut diamini oleh Adnan Topan Husodo, koordinator Bidang Informasi Publik ICW yang melansir kerugian negara karena korupsi pada 2006 mencapai Rp 10,6 Triliun (detiknews.com/19/7/06). Penggede penggede sekelas Sarjan Tahir, Al Amien Nur Nasution, Yusuf Erwin Faisal dan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan (Kepulauan Riau) Azirwan yang menjadi tersangka dalam kasus alih fungsi hutan, atau mark up atas pembelian 2 buah helikopter PLC Rostov jenis MI-2 senilai Rp 12,5 miliar yang dilakukan Abdullah Puteh hanya sederet kecil kasus korupsi di tengah tirani ketidakjujuran yang menindas bangsa ini (id.wikipedia.org/yahya_zaeni).
Sementara pelajar dan mahasiswa yang sejatinya dapat menjadi pembaharu justru melakukan keculasan serupa. Generasi muda kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi tanpa percaya diri. Hal ini kentara tiap kali ujian tiba. Ketimbang belajar, menyontek menjadi jalan instant untuk lulus tepat waktu. Sedang mahasiswa ‘malas’ dapat menjadi sarjana dengan skripsi abal-abal (hasil plagiat atau bukan hasil karyanya sendiri). Di dunia maya,terdapat situs yang mengkomersilkan naskah skripsi dengan harga Rp 450.000 dan thesis Rp 1.750.000. Pengelola menjual naskah-naskah tersebut bak kacang goreng karena sambutan antusias para peminatnya yang datang dari berbagai kota besar di seluruh Indonesia. Terlepas dari etis atau tidak mengkomersilkan karya ilmiah orang lain, hal ini hanya membuat mahasiswa tumpul daya analitisnya, menjadi pencuri ide orisinil dan penjiplak. Tentu belum hilang dalam ingatan kita kasus memalukan, soal guru besar yang memplagiat karya ilmiah hingga ia divakumkan secara tidak hormat dari aktivitas pendidikannya.
Lebih jauh, generasi muda kita juga tumbuh tanpa jati diri. Arus globalisasi yang  permisif tidak disikapi secara tangkas dan cermat. Jangankan mewarnai, yang ada justru malah terwarnai oleh perubahan zaman. ‘Pembebekan’ massal atas nilai-nilai barat membuat mereka jadi konsumtif, royal serta mengedepankan eksistensi ketimbang substansi. Tidak dikatakan gaul kalau belum dugem dan glamoritas yang nampak dari pakaian atau asesoris serba mahal menjadi tata nilai baru di kalangan anak muda. Bagi anak-anak orang kaya, dengan sokongan materi orang tua tentu sangat mudah bagi mereka untuk memuaskan gaya hidup luxnya. Tapi untuk anak- anak dengan kondisi ekonomi pas pasan jalan pintas kembali dijadikan pilihan. Kasus 20 siswi SMP Negeri Tambora Jakarta Barat yang menjual keperawanan mereka seharga Rp 2-3 Juta, menguatkan sinyalemen kalau generasi muda kita sudah gelap mata terhadap materi, sekaligus menunjukkan gejala sangat memprihatinkan. Karena menurut Luh Putu Ika Widani dari ‘LSM Kita Sayang Remaja’, di sembilan kota besar yang telah ia teliti, dirinya menemukan angka kehamilan tidak diingkinkan pada remaja meningkat 150-200 ribu kasus per tahun.  (bataviase.co.id/09/01/10).
Bila menilik sederet kasus di atas, mustahil kiranya mengharapkan kebangkitan peradaban Islam bangkit dan bermula di Indonesia. Tapi seperti dikatakan pemeo lama, “beter late than never”, kesempatan itu masih terbuka amat lebar kalau ada i’tikat kuat dari berbagai kalangan. Bukankah Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum bila kaum itu tidak merubahnya sendiri?
Mencari Akar Masalah
Koreksi fundamental fardhu’ain hukumnya dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Reformasi pendidikan hendaknya menjadi sasaran utama. Seperti dikatakan oleh budayawan Ajip Rosidi,“Sistem pendidikan nasional di Indonesia masih mewarisi sistem kolonial. Perlu dilakukan perombakan total pada sistem pendidikan nasional agar bisa membentuk watak anak yang mandiri dan kreatif”( hati.unit.itb.ac.id).
Kebobrokan sosial di segala lini selama ini bermuara pada sistem pendidikan salah kaprah. Faktanya sekolah dan kampus hanya menjadi tempat untuk mentrasfer ilmu pengetahuan tanpa dibarengi pesan moral dan kemanusiaan. Peserta didik dicekoki seabrek pelajaran yang membuat mereka cerdas secara intelektual tapi bebal secara sosial. Tak heran bila kemudian muncul intelektual-intelektual bermental kolonialistik seperti diungkapkan Ajip, karena mereka sekedar menuhankan kepentingan pribadi di atas pengabdian pada masyarakat. Alih-alih menjadi kreatif dan mandiri, kolusi, korupsi, nepotisme, pembodohan publik, pencucian uang serta segala hal tercela lain menjadi suatu kelaziman umum.
Agama Islam yang harusnya menjadi rem moralpun teralienasi di pinggiran. Sistem pendidikan sekuler tak menghendaki Islam memberi warna bagi para siswa dan mahasiswa. Seperti halnya minyak dan air, keduanya terpisah oleh jarak. Kalau berbicara soal pendidikan agama di lembaga pendidikan formal kita, tak lebih dari hafalan-hafalan tahun dan tanggal, mengingat nama-nama malaikat dan nabi atau menderasi bacaan shalat di luar kepala. Sedangkan esensi Islam sebagai rahmatan lil alamin serta sifatnya yang tak terpisahkan di tiap sendi kehidupan tak pernah diajarkan secara mendalam. ‘Pendidikan agama sambil lalu’ terbukti tidak memberi dampak real pada kepribadian peserta didik. Generasi muda kita, seperti halnya robot justru makin tumbuh dengan pola pikir monoton, egois, dan rabun nilai-nilai karenanya.
Pendidikan Islam sebagai Solusi
Ke depan langkah-langkah progresif musti dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Karena sistem pendidikan formal kita masih bersifat sekuler, ada dua hal fundamental yang dapat dijadikan solusi.
1. Mendirikan Sekolah dan Kampus Islam Unggulan
Di tengah menjamurnya sekolah bertaraf internasional sudah waktunya umat Islam mendirikan banyak sekolah serupa. Kebijakan pro umat harus menjadi sumber motivasi terdepan. Indonesia Zakat and Development Report (IZDR) memproyeksikan penghimpunan dana ZISWAF tahun 2010 oleh semua OPZ akan berkisar antara Rp 1,025 Triliun hingga Rp 1,395 Triliun (hanumisme.wordpress.com/28/12/09).
Bila disalurkan secara produktif, dengan potensi dana semelimpah itu dapat dibayangkan berapa banyak sekolah dan kampus Islam bertaraf Internasional bisa dibangun di tiap kota di Indonesia. Selain kurikulum, pendidik dan iklim yang serba Islami, hal paling penting dari pendirian lembaga-lembaga ini adalah tiap siswa dan mahasiswa tidak dipungut biaya sepeserpun. Selain dapat menyerap peserta didik yang cerdas tapi kurang mampu secara finansial untuk bisa meraih pendidikan terbaik, hal ini dapat menepis kesan kalau untuk masuk sekolah atau kampus unggulan harus mengeluarkan budget ‘selangit’, dan Islam bisa menjawab problema tersebut.
Di luar zakat masyarakatpun bisa berpartisipasi ekstra. Misalnya menggalang dana pendidikan sukarela. Koin peduli Prita atau koin cinta Bilqis yang disosialisasikan melalui facebook dapat menjadi contoh. Ketika isu kemanusiaan diusung menjadi tema utama, tanpa diminta masyarakat merasa terpanggil untuk membantu meski hanya dengan sekeping koin. Lembaga dakwah kampus atau LSM Islam yang terbukti keamanahan serta komitmen dakwahnya dapat menghimpun dana itu, kemudian sepenuhnya dialokasikan untuk pendidikan.
2. Menyampaikan Nilai-Nilai Islam pada Tiap Mata Pelajaran
Bagi sekolah dan kampus formal yang sistem pendidikannya sekuler, pendidikan Islam bukan hanya menjadi tanggung jawab Guru Agama semata. Tiap pengajar dari dimensi ilmu yang beragam memiliki kewajiban serupa untuk menyampaikannya.
Sistem pendidikan di Saudi bisa dijadikan model. Menurut pakar pendidikan Erma Parwita Sari, Kalau kita membuka buku sains SD yang menggunakan kurikulum negeri kaya minyak itu, sebelum anak-anak belajar tentang makan misalnya, mereka lebih dulu disuguhi firman Allah yang mengingatkan betapa syukur dapat mengundang nikmat lebih besar dan kufur dapat mengundang azab yang pedih (QS. Ibrahim (14): 7). ”Betapa indahnya apabila anak-anak kita tidak hanya belajar tentang jenis-jenis makanan dan manfaatnya, tetapi juga belajar memahami makanan sebagai salah satu syukur nikmat Allah yang wajib kita syukuri.”, papar Alumni Boston Universtity itu (myquran.com).
Meski tak semirip Saudi tentu hal ini bisa diterapkan juga di Indonesia dengan sedikit modifikasi. Seorang Guru Ekonomi selain mengajarkan neraca laba rugi, ia juga mengingatkan bahwa mencuri dan berbohong itu itu dosa besar serta para pedagang harus mengutamakan kejujuran ketika mereka berniaga. Seorang Guru Sosiologi, selain mengajarkan hubungan antarmanusia, ia juga mendedahkan hal kalau hijab antara laki-laki dan perempuan hendaknya dijaga dan keperawanan adalah segalanya bagi tiap siswi. Seorang Dosen Planologi, selain mengajarkan bagaimana caranya menata kota dengan cakap, juga memberitahu para mahasiswa kalau penggusuran serta penyerobotan lahan adalah pelanggaran kemanusiaan dan setiap warga negara berhak diperlakukan dengan adil seperti termaktub dalam Al Qur’an dan Sunah. Dan begitu seterusnya pada setiap latar belakang pendidikan.
Karenanya dibutuhkan para pengajar yang insyaf terhadap nilai-nilai keislaman. Mengajar bukan hanya untuk mentrasfer ilmu tapi juga berdakwah.  Unsur materi tentu tidak dapat dielakkan dari kegiatan pendidikan seorang pengajar, namun hal itu tidak mengalahkan idealismenya untuk menyampaikan hal penting bahwa Islam mencakup segala sendi kehidupan dan bila segala sesuatu di luar ibadah ritual dibarengi niat untuk mendapat keridhaan Allah, hal tersebut dapat mendatangkan keutamaan bagi para siswa dan mahasiswa.
Tonggak Awal Peradaban
Jhon W Newbern mengatakan, manusia dapat dibagi dalam tiga kategori, pertama, mereka yang membuat sesuatu terjadi. Kedua, mereka yang melihat sesuatu terjadi. ketiga, mereka yang terkesima dengan apa yang terjadi. Dengan memaksimalkan potensi sekolah dan kampus Islam unggulan serta pendidikan Islam di sekolah formal hal tersebut membuka harapan untuk mewujudkan cita-cita kita di awal untuk menjadikan Indonesia sebagai tonggak kebangkitan Peradaban Islam di Dunia.
Hal tersebut menjadi sangat niscaya karena pendidikan menjadi pilar utamanya. Kelak kemudian hari, Istana Qazruzzabad nan agung tidak lagi muncul di Baghdad,  istana megah Al Hambra tidak lagi muncul di Cordoba, Kerajaan Mulukuththawaif nan elok permai tidak lagi muncul di Sevilla, kota Sammara nan cantik dan apik tidak lagi muncul di sebelah Timur Sungai Tigris. Karena semuanya, beserta segenap ilmuwan, cendikiawan dan sumber pengetahuan paling mutakhir di segala bidang, berhimpun dan bermuara di Indonesia. Insya Allah.